"Ada sekitar 95.973 jiwa masyarakat yang mengalami kondisi rawan tersebut dan diperlukan antisipasi untuk segera dilakukan penanggulangan," kata Kepala Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan (BKPP) NTT Nico Bala Nuhan di Kupang, Selasa.
Dia mengatakan ancaman rawan pangan resiko tinggi dalam analisis ketahanan pangan berdampak pada kelaparan yang mengakibatkan gizi buruk dan busung lapar, sehingga pihaknya telah melakukan antisipasi dengan sejumlah skenario penanganan.
"Dampak tersebut (kelaparan dan gizi buruk) itu merupakan sebab akibat dari siklus musim yang tidak beraturan seperti kekeringan yang berlanjut pada gagal tanam dan gagal panen yang berpengaruh pada kerentanan pangan atau rawan pangan," katanya.
Dia mengatakan selain rawan pangan resiko tinggi (merah) ada sekitar 285.540 orang dari 77.451 kepala keluarga yang tersebar di 528 desa dalam dan sekitar 174.887 jiwa dari 28.450 KK yang tersebar di 320 desa di 11 kabupaten dalam wilayah NTT.
Skenario penanggulangan berikut adalah dalam jangka menengah berupa bantuan sarana produksi (benih pupuk, obat-obatan dan pompa air) desa mandiri pangan, desa mandiri anggur merah, lumbung pangan, percepatan penganekaragaman konsumsi pangan, lembaga distribusi pangan masyarakt dan lainnya.
Selanjutnya jangka panjang berupa program sektor/sub sektor yaitu peningkatan produksi, perkebunan, peternakan, perbaikan sarana irigasi (bendungan, cekdam, saluran irigasi, sumur bor, dan lainnya).
Berikut peningkatan air bersih dan penanggulangan kemiskinan dan program pemberdayaan petani melalui teknologi dan informasi pertanian (Farmer emporwerman Throught Agricultura Technology and Information/FEATI.
"Jadi memang ada warga NTT dalam sejumlah desa yang mengalami rawan pangan resiko tinggi atau lapar, namun tidak semua atau tidak mencapai jutaan jiwa yang mengalami kekurangan pangan, seperti diberitakan sejumlah media," katanya.
0 comments:
Posting Komentar